SENI KRIYA NUSANTAR
I.
Pengertian
Pengertian
dari seni Nusantara adalah beragam bentuk kesenian yang tumbuh dan berkembang
di masing-masing daerah yang ada di seluruh wilayah Indonesia. Ragam
bentuk kesenian Nusantara tumbuh sebagai hasil olah budaya masyarakat yang
hidup disuatu wilayah sesuai dengan adat istiadat dan kondisi lingkungannya
II. Sejarah
Seni rupa Indonesia memang belum
bisa dikatakan memiliki jati dirinya sendiri. Jika mau mengilas balik seni rupa
nusantara, Perjalanan Seni Rupa Indonesia mengungkap fakta dari semula,
nusantara memang tak memiliki seni rupanya yang otentik. Kebudayaan nusantara
dipercaya tercipta lewat migrasi Yunnan dan bangsa Austronesia, sekitar 4000
tahun yang lalu. Saat itu seni pertama kali lahir, sebagai bagian dari
kehidupan sehari-hari. Seni menjadi semacam barang yang bermanfaat dijual atau
digunakan dalam ritual keagamaan. Seni hasil para migran ini kemudian yang
menjadi dasar kebudayaan di Indonesia. Penemuan arkeologi guci perunggu
bermotif ganda; membuktikan pengaruhnya pada seni rupa motif parang rusak batik
Jawa sekaligus motif tameng Papua.
Gelombang migrasi yang sama terus
berulang secara berjangka. Seiring itu pula kebudayaan nusantara terus
berkembang. Mulai dari migrasi Dong Son pada 500 SM yang mengenalkan kebudayaan
perunggu, hingga masuknya Islam, yang menciptakan sosok punakawan di wayang
Jawa.
Campur aduk gado-gado pengaruh aneka kebudayaan ini menghasilkan sosok seni
rupa yang menyesatkan di Indonesia. Indonesia memiliki seni yang paling
primitif sekaligus berdampingan dengan seni yang paling kontemporer. Saat
seniman ”kubu” Bandung dan Yogyakarta telah mengenal pop art ala Andi Warhol,
seniman Asmat masih setia menggunakan tiga warna alam dalam karyanya.
Renesans bertopik lokal
Seni rupa modern Indonesia sendiri
bergerak campur aduk. Kusnadi dalam Seni Rupa Modern menyatakan,
seniman-seniman Indonesia dibentuk melalui orientasi Timur sekaligus Barat,
tanpa mengenal adanya batasan-batasan geografis, wilayah, bangsa bahkan zaman.
Sejak dirintis oleh Raden Saleh, seni rupa modern Indonesia berjalan tanpa
”sengaja”. Sekaligus juga tanpa arah yang jelas. Raden Saleh menerapkan gaya
melukis ala renesans, namun dengan topik-topik lokal. Hasilnya muncul dalam
karya Harimau Minum, Bupati Majalengka atau Penangkapan Pangeran Diponegoro.
Sejak awal idealisme seni rupa modern Indonesia belum terbentuk, dan sama
seperti kondisi politik saat itu; terjajah seni rupa klasik Barat. Uniknya,
seni klasik Barat saat itu menjadi landasan seni modern Indonesia. Carut marut
semakin kencang, mengingat di saat bersamaan seni lukis Bali tetap berkembang
dengan dunianya sendiri.
Masalah menjadi lebih kompleks sejak
seni rupa Indonesia sendiri sebenarnya terbagi-bagi sesuai gejolak politik saat
itu. Kusnadi dalam periode Revolusi Fisik Kemerdekaan mengelompokkan Affandi,
Hendra, Sudarso, Trubus, Dullah dan kawan-kawan sebagai seniman pada era
sebelum kemerdekaan. Karya mereka berbeda jauh dengan karya-karya seniman era
80-an, era 2000-an atau bahkan kembali pada karya seniman masa Hindia Belanda.
Seni rupa Indonesia bukan hanya terbagi atas aliran-aliran ala Barat, namun
juga terbagi atas periode-periode politik nusantara.
Ruwetnya identitas seni rupa
Indonesia ini terus berlanjut bahkan di masa kontemporer. Seni rupa Indonesia
menginduk ke Barat, tanpa melewati tahapan yang sama. Sebuah dunia seni rupa
yang masih mencari identitas diri, bagaikan seorang remaja yang baru menginjak
pubertas, mengekor identitas seni Barat yang telah rampung.
Salah satu bentuk rancu terjadi
dalam pengertian surealisme di seni rupa Indonesia. Kurator Jim Supangkat
sempat mengeluh, saat berhadapan dengan karya-karya mistis Indonesia.
Surealisme nusantara masih mengawal soal kekuatan gaib atau
mahluk-mahluk-mahluk mitologi yang bercampur pemahaman pribadi. Berbeda dengan
surealisme Barat yang murni bermain dengan alam pikiran manusia.
Barat memiliki kerangkanya sendiri
setelah melalui perjalanan yang panjang. Aliran Cobra misalnya, tak sembarang
hadir dengan ide corat-coret di atas kanvas. Genre ini muncul sebagai bentuk
frustasi para seniman Copenhagen, Brussel dan Ãmsterdam pasca ekpresionisme.
Seni
kria dapat disebut dengan seni kerajinan yang merupakan bentuk seni rupa terapan.
Seni kria merupakan bagian dari seni rupa yang bertujuan untuk memenuhi
kepuasan fisik (seni pakai) dan psikologis (seni hias/keindahan rasa). Seni
kria dikerjakan dengan keterampilan atau kecekatan tangan. Pada umumnya seni
kria dibuat cendrung sebagai barang produksi atau seni industri.
Seseorang
pengamat atau pecinta seni dapat menghargai dan menikmati karya seni kria
apabila ia mengerti , memahami dan menilai karya seni melalui kepekaan rasa
estetis dan nilai guna. Kemampuan dalam kegiatan tersebut dinamakan dengan
Apresiasi seni. Kemampuan dalam memahami dan menilai karya seni terapan disebut
kemampuan mengapresiasi seni terapan. Apresiasi sangat penting bagi setiap
orang yang mau mengerti terhadap karya seni karena dapat melatih kepekaan rasa,
memberi kenikmatan, dan memperkaya jiwa serta memperhalus budi pekerti.
Menilai Karya Seni Rupa Terapan
(Seni Kria)
Menilai
suatu karya seni kria, kita harus memahami proses apresiasi seni rupa secara
utuh. Proses tersebut adalah pengamatan, penghayatan terhadap karya, dan
pengalaman berkarya seni sehingga dapat menumbuhkan rasa kagum, sikap empati,
dan simpati yang akhirnya mempunyai kemampuan menikmati, menilai, dan
manghargai karya seni.
1. Setiap
karya seni rupa mempunyai nilai seni yang berbeda satu sama yang lainnya. Nilai
suatu karya sangat ditentukan oleh kemampuan perupa karya seni itu sendiri yang
meliputi:
a.
konsepsi atau gagasan;
b.
kreativitas dalam penciptaan karya;
c.
teknik pengerjaan yang menghasilkan
corak tersendiri, namun tetap memperhitungkan sifat-sifat media/bahan;
d.
keunikan dalam pengaturan komposisi dan bentuk
sehingga menghasilkan karya yang tampak unik (beda dengan yang lain).
Kualitas
suatu karya selain tergantung dari perupanya juga ditentukan oleh
kualitas dan sifat dari media/bahan yang digunakan. Misalnya sebuah topeng yang
dikerjakan dengan bahan kayu pule akan jauh lebih berkualitas dibandingkan
dengan menggunakan kayu meranti.
2. Kriteria
Menilai Karya Seni Rupa Terapan (Seni Kria)
Hal-hal
yang perlu diperhatikan dalam berkarya seni rupa dan apresiasinya adalah
sebagai berikut:
a.
prinsip seni;
b.
fungsi seni;
c.
komposisi atau unsur seni
Prinsip seni atau asas seni meliputi
dua hal, yaitu:
1. Komposisi
(susunan)
Apa
pun jenis karya seni rupa yang dikerjakan, tidak akan terlepas dari komposisi.
Komposisi itu sendiri adalah susunan. Hasil karya itu akan baik dan indah
apabila pengaturan atau penyusunan unsur-unsur seni rupa dalam satu kesatuan.
Unsur-unsur pokok dalam seni rupa adalah titik, garis, bidang, arah, bentuk,
ukuran, warna, gelap-terang, dan tekstur. Seseorang yang menyusun unsur
tersebut berarti ia menciptakan bentuk atau desain. Komposisi dapat
dihasilkan dengan memperhatikan prinsip-prinsip pengaturan atau
penyusunan. Prinsip-prinsip tersebut antara lain:
a.
keseimbangan (balance);
b.
kesatuan (unity);
c.
irama (ritme);
d.
kontras (berbeda jauh)
e.
serasi (harmony)
2. Unsur-unsur
seni rupa
1.
Garis
merupakan unsur yang dapat memberi batasan atau kesan suatu bentuk, seperti
kesan garis tipis beda dengan garis tebal.
2.
Arah
merupakan susunan suatu garis atau bentuk menuju kerah tertentu sehingga akan
dapat memberi kesan stabil atau dinamis, seperti arah berbelok-belok berkesan
dinamis dan arah horizontal berkesan stabil.
3.
Bidang, ruang
(bentuk) juga merupakan kesan batasan suatu bentuk, seperti lingkaran,
segitiga, benjolan, dll.
4.
Ukuran
merupakan kesan perbandingan suatu bentuk, seperti panjang-pendek, besar-kecil,
luas-sempit, dll.
5.
Gelap terang
merupakan efek cahaya yang nampak pada bentuk yang dapat dicapai dengan warna
gelap dan warna terang.
6.
Warna merupakan
unsur yang dapat memberi kesan secara menyeluruh pada suatu bentuk.
Warna dapat dikelompokkan menjadi
tiga jenis, yaitu:
1.
warna
primer (pokok) : merah, kuning dan biru;
2.
warna
sekunder (campuran dua warna primer) :
·
orange ( merah dan kuning )
·
ungu ( merah dan biru)
·
hijau ( kuning dan biru)
3.
warna
tersier (campuran warna primer dan
sekunder) : hijau muda, hijau tua, ungu muda, ungu tua, orange muda, orange
tua.
Warna komplimenter adalah warna-warna yang berlawanan atau
berhadapan dalam susunan warna.
Penggunaan warna dapat
dikelompokan menjadi tiga, yaitu:
1.
Warna
Harmonis, warna diterapkan secara naturalis
seperti warna yang nampak di alam, misalnya daun berwarna hijau, langit
berwarna biru, bunga berwarna merah, dsb.
2.
Warna
Heraldis, warna yang digunakan dalam
pembuatan symbol atau lambing, misalnya merah berarti berani, putih berarti
suci, biru berarti damai, hijau berarti sejuk, kuning berarti jaya, ungu
berarti berkabung, dll.
3.
Warna
Murni, penggunaan warna secara bebas tidak terikat oleh alam atau
makna tertentu, misalnya pada karya-karya seni modern.
7.
Tekstur,
merupakan nilai raba dari suatu permukaan (kasar halusnya permukaan benda).
Tekstur ada dua, yaitu tekstur nyata dan tekstur semu.
8.
Titik,
merupakan unsur yang dapat digunakan untuk memunculkan kesan suatu
bentuk, seperti membuat gambar ilustrasi atau lukisan pointilisme.
3. Jenis-jenis
Seni Kriya di Nusantara
1.
Seni kerajinan kulit, adalah kerajinan yang menggunakan bahan baku dari
kulit yang sudah dimasak, kulit mentah atau kulit sintetis. Contohnya: tas,
sepatu, wayang dan lain-lain.
2.
Seni kerajinan logam, ialah kerajinan yang menggunakan bahan logam
seperti besi, perunggu, emas, perak. Sedangkan teknik yang digunakan biasanya
menggunakan sistem cor, ukir, tempa atau sesuai dengan bentuk yang diinginkan.
Contohnya pisau, barang aksesoris, dan lain-lain.
3.
Seni ukir kayu, yaitu kerajinan yang menggunakan bahan dari kayu yang
dikerjakan atau dibentuk menggunakan tatah ukir. Kayu yang biasanya digunakan
adalah: kayu jati, mahoni, waru, sawo, nangka dan lain-lain. Contohnya mebel,
relief dan lain-lain.
4.
Seni kerajinan anyaman, kerajinan ini biasanya menggunakan bahan rotan,
bambu, daun lontar, daun pandan, serat pohon, pohon pisang, enceng gondok, dll.
Contohnya: topi, tas, keranjang dan lain-lain.
5.
Seni kerajinan batik, yaitu seni membuat pola hias di atas kain dengan
proses teknik tulis (casting) atau teknik cetak (printing). Contohnya: baju,
gaun dan lain-lain.
6.
Seni kerajinan keramik, adalah kerajinan yang menggunakan bahan baku
dari tanah liat yang melalui proses sedemikian rupa (dipijit, butsir, pilin,
pembakaran dan glasir) sehingga menghasilkan barang atau benda pakai dan benda
hias yang indah. Contohnya: gerabah, piring dan lain-lain.
4. Teknik
dan Bahan Karya Seni Kriya
Ada
beberapa teknik pembuatan benda-benda kriya yang disesuaikan dengan bahan. Alat
dan cara yang digunakan antara lain cor atau tuang, mengukir, membatik,
menganyam, menenun, dan membentuk.
1.
Teknik cor (cetak tuang)
Ketika
kebudayaan perunggu mulai masuk ke Indonesia, maka mulai dikenal teknik
pengolahan perunggu. Terdapat beberapa benda kriya dari bahan perunggu seperti
gendering perunggu, kapak, bejana, dan perhiasan.
Teknik
cetak pada waktu itu ada dua macam:
·
Teknik Tuang Berulang (Bivalve)
Teknik
bivalve disebut juga teknik menuang berulang kali karena menggunakan dua
keeping cetakan terbuat dari batu dan dapat dipakai berulang kali sesuai dengan
kebutuhan (bi berarti dua dan valve berarti kepingan). Teknik ini
digunakan untuk mencetak benda-benda yang sederhana baik bentuk maupun
hiasannya.
1·
Teknik Tuang Sekali Pakai (A Cire Perdue)
Teknik a
cire perdue dibuat untuk membuat benda perunggu yang bentuk dan hiasannya lebih
rumit, seperti arca dan patung perunggu. Teknik ini diawali dengan membuat
model dari tanah liat, selanjutnya dilapisi lilin, lalu ditutup lagi dengan
tanah liat, kemudian dibakar untuk mengeluarkan lilin sehingga terjadilah
rongga, sehingga perunggu dapat dituang ke dalamnya. Setelah dingin cetakan
tanah liat dapat dipecah sehingga diperoleh benda perunggu yang diinginkan.
Disamping
teknik cor ada juga teknik menempa yang bahan-bahannya berasal dari perunggu,
tembaga, kuningan, perak, dan emas. Bahan tersebut dapat dibuat menjadi
benda-benda seni kerajinan, seperti keris, piring, teko, dan tempat lilin. Saat
ini banyak terdapat sentra-sentra kerajinan cor logam seperti kerajinan perak.
Tempat-tempat terkenal itu antara lain kerajinan perak di Kota Gede Yogyakarta
dan kerajinan kuningan yang terdapat di Juwana dan Mojokerto.
2.
Teknik Ukir
Alam
Nusantara dengan hutan tropisnya yang kaya menjadi penghasil kayu yang bisa
dipakai sebagai bahan dasar seni ukir kayu. Mengukir adalah kegiatan menggores,
memahat, dan menoreh pola pada permukaan benda yang diukir.
Di
Indonesia, karya ukir sudah dikenal sejak zaman batu muda. Pada masa itu banyak
peralatan yang dibuat dari batu seperti perkakas rumah tangga dan benda-benda
dari gerabah atau kayu. Benda- benda itu diberi ukiran bermotif geometris,
seperti tumpal, lingkaran, garis, swastika, zig zag, dan segitiga. Umumnya
ukiran tersebut selain sebagai hiasan juga mengandung makna simbolis dan
religius.
Dilihat
dari jenisnya, ada beberapa jenis ukiran antara lain ukiran tembus (krawangan),
ukiran rendah, Ukiran tinggi (timbul), dan ukiran utuh. Karya seni ukir
memiliki macam-macam fungsi antara lain:
a.
Fungsi hias, yaitu ukiran yang dibuat semata-mata sebagai hiasan dan tidak
memiliki makna tertentu.
b.
Fungsi magis, yaitu ukiran yang mengandung simbol-simbol tertentu dan berfungsi
sebagai benda magis berkaitan dengan kepercayaan dan spiritual.
c.
Fungsi simbolik, yaitu ukiran tradisional yang selain sebagai hiasan juga
berfungsi menyimbolkan hal tertentu yang berhubungan dengan spiritual.
d.
Fungsi konstruksi, yaitu ukiran yang selain sebagai hiasan juga berfungsi
sebagai pendukung sebuah bangunan.
e.
Fungsi ekonomis, yaitu ukiran yang berfungsi untuk menambah nilai jual suatu
benda.
3.
Teknik membatik
Kerajinan
batik telah dikenal lama di Nusantara. Akan tetapi kemunculannya belum
diketahui secara pasti. Batik merupakan karya seni rupa yang umumnya berupa
gambar pada kain. Proses pembuatannya adalah dengan cara menambahkan lapisan
malam dan kemudian diproses dengan cara tertentu atau melalui beberapa tahapan
pewarnaan dan tahap nglorod yaitu penghilangan malam.
Alat dan
bahan yang dipakai untuk membatik pada umumnya sebagai berikut:
a.
Kain polos, sebagai bahan yang akan diberi motif (gambar). Bahan kain tersebut
umumnya berupa kain mori, primissima, prima, blaco, dan baju kaos.
b.
Malam, sebagai bahan untuk membuat motif sekaligus sebagai perintang masuknya
warna ke serat kain (benang).
c.
Bahan pewarna, untuk mewarnai kain yaitu naptol dan garam diasol.
d.
Canting dan kuas untuk menorehkan lilin pada kain.
e.
Kuas untuk nemboki yaitu menutup malam pada permukaan kain yang lebar.
Sesuai
dengan perkembangan zaman, saat ini dikenal beberapa teknik membatik antara
lain sebagai berikut:
a.
Batik celup ikat, adalah pembuatan batik tanpa menggunakan malam sebagaia bahan
penghalang, akan tetapi menggunakan tali untuk menghalangi masuknya warna ke
dalam serat kain. Membatik dengan proses ini disebut batik jumputan.
b.
Batik tulis adalah batik yang dibuat melalui cara memberikan malam dengan
menggunakan canting pada motif yang telah digambar pada kain.
c.
Batik cap, adalah batik yang dibuat menggunakan alat cap (stempel yang umumnya
terbuat dari tembaga) sebagai alat untuk membuat motif sehingga kain tidak
perlu digambar terlebih dahulu.
d.
Batik lukis, adalah batik yang dibuat dengan cara melukis. Pada teknik ini
seniman bebas menggunakan alat untuk mendapatkan efek-efek tertentu. Seniman
batik lukis yang terkenal di Indonesia antara lain Amri Yahya.
e.
Batik modern, adalah batik yang cara pembuatannya bebas, tidak terikat oleh
aturan teknik yang ada. Hal tersebut termasuk pemilihan motif dan warna, oleh
karena itu pada hasil akhirnya tidak ada motif, bentuk, komposisi, dan
pewarnaan yang sama di setiap produknya.
f.
Batik printing, adalah kain yang motifnya seperti batik. Proses pembuatan batik
ini tidak menggunakan teknik batik, tetapi dengan teknik sablon (screen
printing). Jenis kain ini banyak dipakai untuk kain seragam sekolah.
Daerah
penghasil batik di Jawa yang terkenal diantaranya Pekalongan, Solo, Yogyakarta,
Rembang dan Cirebon.
4.
Teknik Anyam
Benda-benda
kebutuhan hidup sehari-hari, seperti keranjang, tikar, topi dan lain-lain
dibuat dengan teknik anyam. Bahan baku yang digunakan untuk membuat benda-benda
anyaman ini berasal dari berbagai tumbuhan yang diambil seratnya, seperti
bamboo, palem, rotan, mendong, pandan dan lain-lain.
5.
Teknik Tenun
Teknik
menenun pada dasarnya hamper sama dengan teknik menganyam, perbedaannya hanya
pada alat yang digunakan. Untuk anyaman kita cukup melakukannya dengan tangan
(manual) dan hampir tanpa menggunakan alat bantu, sedangkan pada kerajinan menenun
kita menggunakan alat yang disebut lungsi dan pakan. Daerah penghasil tenun
ikat antara lain
6.
Teknik membentuk
Penegertian
teknik membentuk di sini yaitu membuat karya seni rupa dengan media tanah liat
yang lazim disebut gerabah, tembikar atau keramik. Keramik merupakan karya dari
tanah liat yang prosesnya melalui pembakaran sehingga menghasilkan barang yang
baru dan jauh berbeda dari bahan mentahnya.
Teknik
yang umumnya digunakan pada proses pembuatan keramik diantaranya:
a. Teknik coil (lilit pilin)
b. Teknik tatap batu/pijat jari
c. Teknik slab (lempengan)
Cara
pembentukan dengan tangan langsung seperti coil, lempengan atau pijat jari
merupakan teknik pembentukan keramik tradisional yang bebas untuk membuat
bentuk-bentuk yang diinginkan. Bentuknya tidak selalu simetris. Teknik ini
sering dipakai oleh seniman atau para penggemar keramik.
d.
Teknik putar
Teknik pembentukan dengan alat putar dapat menghasilkan banyak bentuk yang
simetris (bulat, silindris) dan bervariasi. Cara pembentukan dengan teknik
putar ini sering dipakai oleh para pengrajin di sentra-sentara keramik.
Pengrajin keramik tradisional biasanya menggunakan alat putar tangan (hand
wheel) atau alat putar kaki (kick wheel). Para pengrajin bekerja di atas alat
putar dan menghasilkan bentuk-bentuk yang sama seperti gentong, guci dll
e.
Teknik cetak
Teknik pembentukan dengan cetak dapat memproduksi barang dengan jumlah yang
banyak dalam waktu relatif singkat dengan bentuk dan ukuran yang sama pula.
Bahan cetakan yang biasa dipakai adalah berupa gips, seperti untuk cetakan
berongga, cetakan padat, cetakan jigger maupun cetakan untuk dekorasi tempel.
Cara ini digunakan pada pabrik-pabrik keramik dengan produksi massal, seperti
alat alat rumah tangga piring, cangkir, mangkok gelas dll
Disamping
cara-cara pembentukan diatas, para pengrajin keramik tradisonal dapat membentuk
keramik dengan teknik cetak pres, seperti yang dilakukan pengrajin genteng,
tegel dinding maupun hiasan dinding dengan berbagai motif seperti binatang atau
tumbuh-tumbuhan
Fungsi Seni
Setiap karya seni rupa mempunyai
fungsi tertentu, yaitu:
1)
Fungsi
primer atau fungsi pribadi, yaitu fungsi untuk kepuasan pribadi
bagi perupanya;
2)
Fungsi
Sekunder atau fungsi social, yaitu fungsi
untuk kepuasan bagi orang lain yang menikmatinya atau sebagai media komunikasi;
3)
Fungsi
fisik atau pakai, yaitu untuk memenuhi kebutuhan
fisik.
III. MENGAGUMI
KARYA SENI RUPA TERAPAN (SENI KRIA) NUSANTARA
Wilayah Nusantara yang terdiri dari
bermacam-macam suku bangsa, adat-istiadat, dan seni budaya daerah yang berbeda
merupakan kekayaan budaya dan kebanggaan bangsa. Berbagai daerah suku di
Indonesia banyak menghasilkan karya seni kria yang masing-masing memiliki
keunikan dan ciri khas tersendiri. Seni kria di daerah pada umumnya
pengerjaannya bersifat tradisional sehingga tidak banyak yang terkenal, lain
halnya dengan perupa lukisan dan patung banyak yang terkenal.
Nilai artistik seni kria daerah
Nusantara terletak pada motif hias atau ragam hias, teknik pengerjaan yang
rumit dan unik, dan bentuk serta keindahannya yang mengagumkan.
1. Penciptaan
Seni Kria
Seni kria yang diciptakan agar dapat
memenuhi kepuasan pencipta dan pemakai atau penikmatnya, harus memperhatikan
faktor-faktor sebagai berikut:
a.
Faktor estetis (nilai keindahan yang
terkandung dalam karya seni tersebut), nilai ini dapat dicapai dengan
memperhatikan prinsip-prinsip seni rupa dan dengan keterampilan atau kecakapan
tangan;
b.
Faktor artistik, nilai yang
ditimbulkan oleh keindahan fisik/bentuk dan fungsi dari karya seni tersebut;
c.
Faktor kegunaan, kegunaan dari karya
seni tersebut mempertimbangkan aspek keluwesan, kemanan, dan kenyamanan dari
pemakainya.
d.
Faktor tempat, ukuran dan bentuknya
harus mempertimbangkan tempat meletakkannya.
e.
Faktor rasa bahan, bahan yang
digunakan harus juga mempertimbangkan keindahan bentuk, fungsi dan tempat.
Misalnya bahan dari rotan bentuk apa yang mau dikerjakan, fungsinya untuk apa,
penempatannya di mana, dsb.
f.
Faktor selera, karya seni kria yang
dihasilkan harus memenuhi selera atau permintaan pemakai.
2. Perjalanan
Sejarah Seni Kria Nusantara
Periode perkembangannya mengikuti
perkembangan seni rupa di wilayah Nusantara yang terdiri dari:
a. Periode zaman Prasejarah
Seni kria yang dihasilkan umumnya
untuk kepentingan upacara kepercayaan, perabot rumah tangga, perhiasan dan
peralatan berburu/perang. Teknik pengerjaannya sangat sederhana dan bentuk
hasil karyanya juga sangat sederhana;
b. Periode zaman Hindu-Budha
Seni kria yang dihasilkan umumnya
untuk kepentingan upacara kagamaan, perabot rumah tangga, perhiasan dan
peralatan berburu/perang. Teknik pengerjaannya sudah mengalami kemajuan dan
bentuk yang dihasilkan lebih banyak dan lebih indah. Karya-karya yang
dihasilkan seperti: bejana, keris, tombak, kendi, guci, perhiasan, wayang,
topeng, tenun, dll.
c. Periode zaman Islam
Pada zaman ini perubahan yang
terjadi pada motif hiasan yang diterapkan pada benda kria, hal ini disebabkan
karena adanya larangan menggunakan motif hewan dan manusia. Seni kria yang baru
muncul pada zaman ini adalah wayang kulit.
d. Periode Sekarang
Perkembangan seni kria di zaman
sekarang ini sangat pesat, baik dari segi bentuk, motif/ragam hiasan , bahan,
dsb. Hal ini disebabkan karena kemajuan teknologi dan seni kria di Indonesia
sekarang ini sebagai sumber devisa. Benda kria yang dihasilkan antara lain:
kria ukir kayu, anyaman bambu, kerajinan kuningan, perak, emas, kerajinan
kulit, kria keramik, kria tenun, kria batik, dll.